Berkah sering kita jadikan tujuan hidup di samping mencari ridho Allah. Mencari keberkahan hidup pada hakekatnya adalah mencari bahagia.Di pesantren atau di acara pengajian, kita diajarkan yang terpenting mencari berkah, bukan sekadar kepintarannya. Kalau sekadar pintar saja tetapi tidak berkah maka ilmu tersebut bisa menjadi malapetak.
Orang tua kita juga memberi pesan agar dalam hidup, yang kita cari adalah berkah. Dan berkah ini tidak selalu berkolerasi dengan banyaknya harta yang kita miliki. Ada sebuah hadist yang sering dijadikan doa, terutama kepada pengantin yang seringkali dijadikan sebuah kutipan dalam undangan pernikahan. Yang Artinya:"Semoga Allah memberi berkah untukmu, memberi bekas atasmu, dan menghimpun yang terserak di antara kalian berdua."(HR At-Turmudzi)
Dalam kajian ilmu Nahwu kalimat "laka", itu digunakan untuk hal-hal yang sifatnya menguntungkan atau menyenangkan. Kalau yang tidak enak, menggunakan kata"Alaika". Ternyata, bahasa laka dan alaika digunakan oleh Rasulullah dalam hadist tersebut supaya orang itu mendapat keberkahan baik dari hal yang enak maupun yang tidak enak. Semuanya ada nilai keberkahannya. Bagi sementara orang, keberkahan
itu sesuatu yang enak secara fisik saja. Padahal bisa jadi, yang tidak enak itu lah yang sebenarnya menjadi berkah.
Misalnya, setelah menjadi seorang anggota DPR harus masuk penjara. Ini menunjukkan sesuatu yang tampaknya enak, berupa jabatan tinggi yang dihormati banyak orang, ternyata malah membawa bencana. Orang sakit juga bisa mendapat keberkahan karena dengan beristirahat, maka ia memiliki kesempatan untuk mengevaluasi dirinya, momen yang ia peroleh lantaran kesibukan dirinya. Ini menunjukkan bahwa antara yang menguntungkan dan tidak menguntungkan, sama-sama mendapat peluang mendapat keberkahan.
Bertambahnya sesuatu juga belum tentu membawa kebaikan jika tidak mendekatkan diri kepada Allah. Orang yang tambah umurnya belum tentu lebih berkah, orang yang tampak rezekinya juga belum tentu tambah berkah. Demikian pula, orang yang tambah ilmu juga belum tentu mendapatkan berkah jika ilmu tersebut hanya menjadi kebanggaan diri, bukan untuk diajarkan kepada orang lain atau untuk menambah keimanan kepada Allah.
Jadi ilmu tambah bukan berarti semakin deka dengan Allah.Ini adalah cerminan dari ilmu yang tidak berkah. Berkah itu maknanya kebahagiaan. Orang berbahagia itu sering diukur hanya dari ukuran fisiknya. Benarkah demikian? Dalam pandangan agama, Tanda-tanda kebahagian tidak selalu yang tampak secara dhahir. Karena tampilan lahiriah sejumlah orang bisa saja seolah bahagia, tapi batin mereka menderita.
Sebagai salah satu tanda kekuasaan Allah adalah Ia menciptakan istri-istri yang dapat menentramkan jiwa dan menciptakan kasih sayang antara keduanya. Kebahagian rumah tangga bukan terletak pada kecantikan istri atau kekayaan suami. Misalnya, apa iya kalau punya istri cantik terus berbahagia. Mungkin iya, tetapi mungkin saja tambah pusing. Belum tentu mendapat kebahagiaan. Betapa banyak perempuan cantik rupawan yang justru berakhir pada penceraiaan. Bahkan rata-rata panggugat datang dari perempuan. Ini bukti bahwa mereka tidak bahagia. Karena itu,hal yang bersifat dhahir menarik tidak menjamin rasa bahagia.
Standar untuk menilai kebahagian keluarga tidak dilihat dari harta apa yang dimiliki, tetapi apakah suami istri
tersebut memiliki akhlak yang baik. Jika mereka memiliki akhlak yang mulia, insyaallah mereka akan berbahagia.
Meraih keberkahan hiup bisa kita raih dengan senantiasa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT seraya terus menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji,seperti syukur, qana'ah, gemar bersedekah, berbakti kepada kedua orang tua.
semoga bermanfaat. Amiiiin!!!